EPICTOTO — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil langkah tegas dengan menahan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan wilayah Medan. Keduanya diduga terlibat dalam pengaturan pemenang tender untuk pekerjaan pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api.
Tersangka yang diamankan adalah Muhlis Hanggani Capah (MHC), seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang pernah bertugas sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) di Balai Teknik Perkeretaapian Medan periode 2021-2024, dan Eddy Kurniawan Winarto, seorang pengusaha.
“Para tersangka ditahan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 1 Desember 2025, di Cabang Rutan Jakarta Timur,” jelas Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Senin (1/12/2025).
Modus Pengaturan Tender dan Pemberian Fee
Menurut penjelasan KPK, tersangka Muhlis selaku PPK diduga melakukan sejumlah pengondisian terkait paket pekerjaan yang menjadi wewenangnya, salah satunya proyek pembangunan emplasemen dan bangunan Stasiun Medan Tahap II (JLKAMB). Modusnya antara lain dengan mengadakan asistensi sebelum lelang dan memberikan arahan kepada Kelompok Kerja (Pokja) mengenai daftar penyedia jasa yang ‘harus dimenangkan’.
Alur ini melibatkan sejumlah perusahaan. Dion Renato Sugiarto, pemilik PT Istana Putra Agung (PT IPA) yang tergabung dalam suatu Konsorsium (KSO), disebut memerintahkan stafnya untuk menghadiri pertemuan persiapan lelang di Bandung. Pertemuan yang dihadiri perwakilan Satker dan rekanan ini membahas dokumen kualifikasi perusahaan.
Aliran Uang Senilai Miliaran Rupiah
KPK mengungkap aliran dana tidak wajar dari para pengusaha kepada kedua tersangka. Berdasarkan catatan pengeluaran perusahaan yang dikendalikan Dion, terdapat aliran dana sebesar Rp1,1 miliar yang diberikan kepada Muhlis pada 2022 dan 2023. Sementara itu, Eddy diduga menerima fee sebesar Rp11,23 miliar pada September-Oktober 2022.
Motif pemberian uang kepada Muhlis diduga karena kekhawatiran tidak akan menang lelang tanpa ‘bantuan’. Sedangkan pemberian kepada Eddy didasari pertimbangan kewenangannya dalam proses lelang, pengawasan kontrak, dan kedekatannya dengan pejabat di Kemenhub.
Status Hukum
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 KUHP. Penahanan ini menjadi bagian dari proses penyidikan lebih lanjut untuk mengungkap jaringan dan praktik korupsi di proyek strategis pemerintah tersebut.